Kanker nasofaring merupakan kanker yang sulit dideteksi, karena terdapat pada nasofaring, organ tubuh yang berada di daerah tersembunyi, yaitu dibelakang hidung berbentuk kubus. Bagian depan nasofaring berbatasan dengan rongga hidung, bagian atas berbatasan dengan dasar tengkorak, serta bagian bawah merupakan langit-langit dan rongga mulut.
Di Indonesia, kanker nasofaring masuk ke dalam 10 besar kanker yang sering ditemukan, tapi kalau di bagian THT merupakan kanker nomor 1 terbanyak dengan frekuensi yang hampir merata di setiap daerah. Hampir 60% tumor ganas pada daerah kepala dan leher merupakan kanker nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan paranasal, tumor ganas laring, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil dan hipofaring.
Pada banyak kasus, kanker nasofaring banyak terdapat di negara dengan penduduk dari ras mongoloid, khususnya di kawasan china selatan. Ras mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya kanker nasofaring, sehingga kekerapannya cukup tinggi pada penduduk china bagian selatan. Awalnya penyakit ini disebut Kwantung disease karena banyak terjadi di daerah Guang Zhoe, dimana manusia perahu China hidup bersinggungan setiap hari dengan asap pembakaran makanan, dan makanan diawetkan seperti sayur difermentasi, atau ikan diasinkan dengan nitrosamin, kurang buah dan sayur, sehingga paparan yang demikian sering, terus menerus dalam waktu lama menyebabkan daya imunitas yang tidak bagus sehingga virus Epstein-Barr (EBV) menjadi aktif.
Apa Gejalanya?
Sesuai dengan perkembangannya, gejala-gejala kanker nasofaring dapat di bagi menjadi 4 kelompok, yaitu:
- Gejala di nasofaring itu sendiri, berupa mimisan ringan atau sumbatan hidung. Ini terjadi jika kanker masih stadium dini.
- Gejala di telinga, merupakan gejala stadium dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (saluran penghubung hidung dan telinga). Gejalanya berupa telinga berdenging, rasa tidak nyaman di telinga sampai dengan rasa nyeri.
- Gejala di mata dan syaraf, dapat terjadi sebagai gejala stadium lanjut karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak tempat lewatnya saraf otak. Gejala dapat berupa nyeri kepala, nyeri bagian leher dan wajah (neuralgia trigeminal), pandangan kabur, penglihatan ganda (diplopia).
- Gejala di leher setelah terjadi penyebaran luas (metastasis), berupa bengkak di leher karena pembengkakan kelenjar getah bening.
Apa Penyebab Kanker Nasofaring?
Penyakit kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, kanker nasofaring terjadi karena perkembangan sel tumor ganas di bagian nasofaring. Pada banyak kasus, kanker nasofaring disebabkan karena adanya faktor keturunan (genetik), namun penyakit ini berhubungan erat pula dengan lingkungan, dan virus yang menyebabkan terjadinya perkembangan sel yang tidak terkontrol. Sebagian besar penderita kanker nasofaring terinfeksi virus Epstein-Barr, walaupuan tidak semua orang yang terinfeksi virus ini berakhir dengan kejadian kanker nasofaring. Virus Epstein-Barr menular melalui kontak dari pengidap ke orang lain. Karena itu, dapat dikatakan bahwa faktor risiko penyebab adanya kanker nasofaring, antara lain:
- Makan makanan asin. Pada banyak kasus di China selatan, kanker nasofaring disebabkan kebiasaan makan ikan asin sejak bayi mulai belajar makan, yang berdampak buruk pada kesehatan mereka. Ikan asin mengandung senyawa nitrosamin, yang terjadi dari reaksi biokimia dari protein ikan yang diawetkan. Makanan lain yang diasinkan atau diawetkan dengan pengasapan yang menghasilkan senyawa nitrosamin juga memicu terjadinya kanker nasofaring.
- Asap. Selain ikan asin, sesuatu yang bersifat merangsang selaput lendir, seperti asap rokok, asap minyak tanah, asap kayu bakar, asap obat nyamuk, dan penggunaan dupa juga menyumbang kejadian kanker nasofaring. Sebenarnya tidak hanya asap dari dupa saja, asap dari kendaraan bermotor dan polusi udara dari industri juga bisa menjadi faktor risiko kanker ini.
- Virus. Virus Epstein-Barr yang hidup bebas di udara ini bisa masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di nasofaring tanpa menimbulkan gejala. Infeksi virus ini menyebabkan terjadinya infeksi mononukleosis yang ditandai dengan rasa sangat letih, radang tenggorokan atau radang tonsil, pembengkakan kelenjar di leher, dan demam. Sakit tenggorokan dan demam bisa mereda dalam 2 minggu, tetapi kelelahan bisa menetap sampai dengan satu bulan. Dalam kondisi daya tahan tubuh sedang menurun itu, infeksi lain mudah terjadi, termasuk perkembangan sel kanker.
- Jenis Kelamin. Pria lebih sering mengalami kanker nasofaring dibandingkan dengan wanita, dengan rasio 2,8:1. Hal itu disebabkan karena lebih banyak pria bekerja di pabrik, tempat yang tercemar polusi udara, dan membuat stress. Selain itu, juga karena kebiasaan pria yang lebih banyak merokok dan mengkonsumsi alkohol.
- Keturunan. Bila dalam keluarga terdapat riwayat terkena kanker, terutama kanker nasofaring, kemungkinan untuk terkena lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki riwayat keluarga terkena kanker ini.

Seperti pada kasus kenker umumnya, dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan tentang tanda dan gejala yang dialami oleh pasiennya. Setelah itu dokter akan mulai menekan bagian leher pasien, dimana terdapat kelenjar getah bening, untuk mendeteksi adanya pembengkakan atau tidak. Beberapa tanda dan gejala dari kanker ini memang tidak terlalu spesifik, karena itu untuk memastikan diagnosis, mungkin pemeriksaan akan berlangsung selama beberapa bulan.
Jika dicurigai terjadinya kanker, dokter akan mulai menggunakan endoskop untuk melihat nasofaring yang abnormal tersebut. Dalam penggunaannya diperlukan anestesi lokal. Setelah itu, diambil sampel melalui proses biopsi untuk diuji apakah ada tanda-tanda dari kanker. Kemudian dokter akan menentukan stadium kanker tersebut dengan serangkaian pemeriksaan, yaitu:
- MRI (magnetic resonance imaging), untuk membantu melihat penyebaran kanker di sekitar kepala.
- CT scan (computerized tomographic scanning), melihat kanker yang tersebar pada tulang.
- Pengambilan sampel dengan cara biopsi, untuk melihat kanker yang berada di kelenjar getah bening. Biopsi yang menjadi kunci pemeriksaan nasofaring ini dapat dilakukan dengan anestesi lokal dan umum. Anestesi lokal dapat diberikan pada pasien dewasa yang umunya lebih kooperatif dengan kasus tumor yang jelas. sedangkan anestesi umum dilakukan terutama pada anak-anak.
- Sinar X, melihat kanker yang menyebar di bagian paru-paru.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, dilihat tingkatan dari kanker yakni:
- Stadium 0: sel-sel kanker masih berada dalam batas nasofaring, biasa disebut dengan kanker nasofaring in situ.
- Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian sekitar nasofaring.
- Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar keluar nasofaring hingga ke rongga hidung. Atau dapat pula sudah menyebar ke kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher.
- Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher.
- Stadium 4: Kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.
Bagaimana Cara Mengobatinya?
Terapi pilihan untuk pengobatan penderita kanker nasofaring, adalah terapi radiasi dan kemoterapi. Kalau diperlukan dilakukan operasi untuk mengangkat benjolan pada leher yang terjadi.
- Terapi Radiasi. Terapi ini dapat merusak dengan cepat sel-sel kanker yang tumbuh. Terapi ini dilakukan selama 5-7 minggu. Terapi ini digunakan untuk kanker pada tingkatan awal. Efek samping dari terapi ini adalah mulut terasa kering, kehilangan pendengaran dan terapi ini memperbesar risiko timbulnya kanker pada lidah dan kanker tulang.
- Kemoterapi. Merupakan terapi dengan menggunakan bantuan obat-obatan. Terapi ini bekerja dengan cara mereduksi sel-sel kanker yang ada, namun ada kalanya sel-sel yang sehat (tidak terkena kanker) juga tereduksi. Efek samping dari terapi ini adalah rambut rontok, mual, lemas (seperti kehilangan tenaga).
- Pembedahan. Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengambil kelenjar getah bening pada leher yang telah terkena kanker.