Kamis, 10 Juli 2014

Pemeriksaan, Komplikasi dan Pengobatan TB

Ok bro saya lanjut lagi ya masalah tentang penyakit TB. Untuk kali ini saya akan membahas tentang Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosa, Komplikasi serta pengobatannya. Buat temen sejawat atau temen2 yang lain yang mau share pengetahuannya saya persilahkan, atau yang mau kritik juga silahkan...

Selain pemeriksaan Radiologis yang sudah saya tulis di bab sebelumnya, ada beberapa pemeriksaan lagi untuk menegakkan diagnosa TB.

Darah. Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya memang kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai menginfeksi akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi, limfosit masih dibawah normal dan yang menjadi ciri khasnya adalah jumlah Laju Endap Darah (LED) mulai meningkat. LED normal Pria: 0-10 mm/jam, Wanita:0-15 mm/jam.

Sputum. Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman basil tahan asam (BTA), diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di tempat pelayanan kesehatan seperti puskesmas. Pemeriksaan ini sering mendapat kendala apabila sputum tidak mudah diambil, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non-produktif. Dalam hal ini pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obatan mukolitik ekspektoran/pengencer dahak. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan

Tes Tuberkulin. Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosa tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D. (Purified Protein Derivative) intrakutan/dibawah kulit. Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. tuberkulosis, M.bovis, dan Vaksinasi BCG. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan. Hasil tes mantoux ini dibagi dalam:
  1. Indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan tidak sensitif.
  2. Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan = golongan low grade sensitivity.
  3. Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif = golongan normal sensitivity.
  4. Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan hipersentivity.
Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi mantoux yang positif (99,9%).

Dari urain-uraian sebelumnya tuberkulosis paru cukup mudah dikenal melalui dari keluhan-keluhan klinis, gejala-gejala, kelainan fisik, kelainan radiologis dan kelainan bakteriologis.
Diagnosis tuberkulosis paru masih banyak ditegakkan berdasarkan kelainan klinis dan radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukup banyak sehingga memberikan efek terhadap pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberkulosis paru sbb:
  • Pasien dengan sputum BTA positif:
    1. Pasien yang pada pemeriksaan sputum nya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan.
    2. Satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif.
    3. Satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif.
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
  1. Komplikasi Dini: Pleuritis, efusi pleura, empiema
  2. Komplikasi Lanjut: Obstruksi/sumbatan jalan nafas, Kerusakan parenkim berat.fibrosis paru, karsinoma paru = sering terjadi pada TB milier dan kavitas paru.

 Pengobatan TB paru memerlukan waktu yang lama, minimal pasien harus menjalani pengobatan selama 6 bulan. Obat-obatan TB dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis resimen, yaitu obat lapis pertama dan lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke penghentian pertumbuhan basil, pengurangan basil dan pencegahan terjadinya resistensi. Obat-obatan lapis pertama terdiri dari Isoniasid (INH), Rifampisin, Pyrazinamide, Ethambutol dan streptomycin. Obat-obatan lapis kedua mencakup Rifabutin, Ethionamide, Cycloserine, Para-amino Salicylic acid, Clofazimine dan Aminoglycosides. Biasanya dokter akan memberikan obat lapis pertama pada penderita TB paru, sedangkan obat-obatan lapis kedua biasanya diberikan kepada pasien yang mengalami resistensi obat-obatan lapis pertama.

Wah ternyata sudah malam.... tidur dulu ya, mudah-mudahan postingan saya ada manfaatnya.



















Tidak ada komentar: