Kamis, 24 Juli 2014

Kanker Nasofaring

Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT (telinga hidung tenggorokan) adalah penyakit yang disebabkan oleh sel ganas dan terbentuk dalam jaringan nasofaring. Kanker ini merupakan kanker di bagian kepala serta leher yang paling sering terjadi. Kanker nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring yang berada di rongga belakang hidung dan dibelakang langit-langit rongga mulut. Letaknya yang berdekatan, membuat penyebarannya menjadi mudah ke bagian mata, telinga, kelenjar leher dan otak.


Kanker nasofaring merupakan kanker yang sulit dideteksi, karena terdapat pada nasofaring, organ tubuh yang berada di daerah tersembunyi, yaitu dibelakang hidung berbentuk kubus. Bagian depan nasofaring berbatasan dengan rongga hidung, bagian atas berbatasan dengan dasar tengkorak, serta bagian bawah merupakan langit-langit dan rongga mulut.

Di Indonesia, kanker nasofaring masuk ke dalam 10 besar kanker yang sering ditemukan, tapi kalau di bagian THT merupakan kanker nomor 1 terbanyak dengan frekuensi yang hampir merata di setiap daerah. Hampir 60% tumor ganas pada daerah kepala dan leher merupakan kanker nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan paranasal, tumor ganas laring, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil dan hipofaring.

Pada banyak kasus, kanker nasofaring banyak terdapat di negara dengan penduduk dari ras mongoloid, khususnya di kawasan china selatan. Ras mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya kanker nasofaring, sehingga kekerapannya cukup tinggi pada penduduk china bagian selatan. Awalnya penyakit ini disebut Kwantung disease karena banyak terjadi di daerah Guang Zhoe, dimana manusia perahu China hidup bersinggungan setiap hari dengan asap pembakaran makanan, dan makanan diawetkan seperti sayur difermentasi, atau ikan diasinkan dengan nitrosamin, kurang buah dan sayur, sehingga paparan yang demikian sering, terus menerus dalam waktu lama menyebabkan daya imunitas yang tidak bagus sehingga virus Epstein-Barr (EBV) menjadi aktif.

Apa Gejalanya?
Sesuai dengan perkembangannya, gejala-gejala kanker nasofaring dapat di bagi menjadi 4 kelompok, yaitu:
  • Gejala di nasofaring itu sendiri, berupa mimisan ringan atau sumbatan hidung. Ini terjadi jika kanker masih stadium dini.
  • Gejala di telinga, merupakan gejala stadium dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (saluran penghubung hidung dan telinga). Gejalanya berupa telinga berdenging, rasa tidak nyaman di telinga sampai dengan rasa nyeri.
  • Gejala di mata dan syaraf, dapat terjadi sebagai gejala stadium lanjut karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak tempat lewatnya saraf otak. Gejala dapat berupa nyeri kepala, nyeri bagian leher dan wajah (neuralgia trigeminal), pandangan kabur, penglihatan ganda (diplopia).
  • Gejala di leher setelah terjadi penyebaran luas (metastasis), berupa bengkak di leher karena pembengkakan kelenjar getah bening.

Apa Penyebab Kanker Nasofaring?
Penyakit kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, kanker nasofaring terjadi karena perkembangan sel tumor ganas di bagian nasofaring. Pada banyak kasus, kanker nasofaring disebabkan karena adanya faktor keturunan (genetik), namun penyakit ini berhubungan erat pula dengan lingkungan, dan virus yang menyebabkan terjadinya perkembangan sel yang tidak terkontrol. Sebagian besar penderita kanker nasofaring terinfeksi virus Epstein-Barr, walaupuan tidak semua orang yang terinfeksi virus ini berakhir dengan kejadian kanker nasofaring. Virus Epstein-Barr menular melalui kontak dari pengidap ke orang lain. Karena itu, dapat dikatakan bahwa faktor risiko penyebab adanya kanker nasofaring, antara lain:
  • Makan makanan asin. Pada banyak kasus di China selatan, kanker nasofaring disebabkan kebiasaan makan ikan asin sejak bayi mulai belajar makan, yang berdampak buruk pada kesehatan mereka. Ikan asin mengandung senyawa nitrosamin, yang terjadi dari reaksi biokimia dari protein ikan yang diawetkan. Makanan lain yang diasinkan atau diawetkan dengan pengasapan yang menghasilkan senyawa nitrosamin juga memicu terjadinya kanker nasofaring.
  • Asap. Selain ikan asin, sesuatu yang bersifat merangsang selaput lendir, seperti asap rokok, asap minyak tanah, asap kayu bakar, asap obat nyamuk, dan penggunaan dupa juga menyumbang kejadian kanker nasofaring. Sebenarnya tidak hanya asap dari dupa saja, asap dari kendaraan bermotor dan polusi udara dari industri juga bisa menjadi faktor risiko kanker ini.
  • Virus. Virus Epstein-Barr yang hidup bebas di udara ini bisa masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di nasofaring tanpa menimbulkan gejala. Infeksi virus ini menyebabkan terjadinya infeksi mononukleosis yang ditandai dengan rasa sangat letih, radang tenggorokan atau radang tonsil, pembengkakan kelenjar di leher, dan demam. Sakit tenggorokan dan demam bisa mereda dalam 2 minggu, tetapi kelelahan bisa menetap sampai dengan satu bulan. Dalam kondisi daya tahan tubuh sedang menurun itu, infeksi lain mudah terjadi, termasuk perkembangan sel kanker.
  • Jenis Kelamin. Pria lebih  sering mengalami kanker nasofaring dibandingkan dengan wanita, dengan rasio 2,8:1. Hal itu disebabkan karena lebih banyak pria bekerja di pabrik, tempat yang tercemar polusi udara, dan membuat stress. Selain itu, juga karena kebiasaan pria yang lebih banyak merokok dan mengkonsumsi alkohol.
  • Keturunan. Bila dalam keluarga terdapat riwayat terkena kanker, terutama kanker nasofaring, kemungkinan untuk terkena lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki riwayat keluarga terkena kanker ini.
Bagimana Diagnosisnya Ditegakkan?
Seperti pada kasus kenker umumnya, dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan tentang tanda dan gejala yang dialami oleh pasiennya. Setelah itu dokter akan mulai menekan bagian leher pasien, dimana terdapat kelenjar getah bening, untuk mendeteksi adanya pembengkakan atau tidak. Beberapa tanda dan gejala dari kanker ini memang tidak terlalu spesifik, karena itu untuk memastikan diagnosis, mungkin pemeriksaan akan berlangsung selama beberapa bulan.

Jika dicurigai terjadinya kanker, dokter akan mulai menggunakan endoskop untuk melihat nasofaring yang abnormal tersebut. Dalam penggunaannya diperlukan anestesi lokal. Setelah itu, diambil sampel melalui proses biopsi untuk diuji apakah ada tanda-tanda dari kanker. Kemudian dokter akan menentukan stadium kanker tersebut dengan serangkaian pemeriksaan, yaitu:
  • MRI (magnetic resonance imaging), untuk membantu melihat penyebaran kanker di sekitar kepala.
  • CT scan (computerized tomographic scanning), melihat kanker yang tersebar pada tulang.
  • Pengambilan sampel dengan cara biopsi, untuk melihat kanker yang berada di kelenjar getah bening. Biopsi yang menjadi kunci pemeriksaan nasofaring ini dapat dilakukan dengan anestesi lokal dan umum. Anestesi lokal dapat diberikan pada pasien dewasa yang umunya lebih kooperatif dengan kasus tumor yang jelas. sedangkan anestesi umum dilakukan terutama pada anak-anak.
  • Sinar X, melihat kanker yang menyebar di bagian paru-paru.

Dari hasil pemeriksaan tersebut, dilihat tingkatan dari kanker yakni:
  • Stadium 0: sel-sel kanker masih berada dalam batas nasofaring, biasa disebut dengan kanker nasofaring in situ.
  • Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian sekitar nasofaring.
  • Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar keluar nasofaring hingga ke rongga hidung. Atau dapat pula sudah menyebar ke kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher.
  • Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher.
  • Stadium 4: Kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.

Bagaimana Cara Mengobatinya?
Terapi pilihan untuk pengobatan penderita kanker nasofaring, adalah terapi radiasi dan kemoterapi. Kalau diperlukan dilakukan operasi untuk mengangkat benjolan pada leher yang terjadi.
  • Terapi Radiasi. Terapi ini dapat merusak dengan cepat sel-sel kanker yang tumbuh. Terapi ini dilakukan selama 5-7 minggu. Terapi ini digunakan untuk kanker pada tingkatan awal. Efek samping dari terapi ini adalah mulut terasa kering, kehilangan pendengaran dan terapi ini memperbesar risiko timbulnya kanker pada lidah dan kanker tulang.
  • Kemoterapi. Merupakan terapi dengan menggunakan bantuan obat-obatan. Terapi ini bekerja dengan cara mereduksi sel-sel kanker yang ada, namun ada kalanya sel-sel yang sehat (tidak terkena kanker) juga tereduksi. Efek samping dari terapi ini adalah rambut rontok, mual, lemas (seperti kehilangan tenaga). 
  • Pembedahan. Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengambil kelenjar getah bening pada leher yang telah terkena kanker. 
http://www.kliniksehat781.blogspot.com


Minggu, 20 Juli 2014

Harapan Baru Pengobatan Penyakit dengan Stem Cell

Mungkin anda pernah dengar tentang "stem cell" atau pengobatan dengan menggunakan sistem stem cell. Jika belum mungkin artikel ini membantu atau menambah pengetahuan Anda.

Stem cell merupakan sel induk yang memiliki dua sifat dasar, yaitu dapat bereplikasi (memperbanyak diri) menjadi dirinya sendiri, ataupun berkembang menjadi sel lain yangHarapan Baru Pengobatan Penyakit dengan Stem Cell ditempatinya, seperti sel jantung, sel otot, sel saraf dan lain-lain. Melalui proses pembelahan sel di laboratorium dalam waktu tertentu, setem cell bisa tumbuh memperbanyak diri menjadi jutaan sel, dan berkembang menjadi jenis sel tertentu dengan fungsi khusus pada jaringan yang ditempatinya (berdiferensiasi) untuk memperbaiki jaringan yang rusak dengan membuat jaringan baru yang sehat (regenerasi). Kemampuan tersebut sangat berbeda dengan jaringan dewasa yang telah berdiferensiasi lanjut dengan sempurna di jaringan tubuh dan punya fungsi khusus. Stem cell mampu mengembara ke jaringan yang rusak dan bergabung dengan sel lain di jaringan tersebut. karena itu jika disuntikan ke jantung, misalnya, stem cell itu akan menuju ke jaringan yang rusak, lalu berubah menjadi sel pembuluh darah jantung atau otot jantung yang baru. Stem cell dapat diambil dari tubuh pasien sendiri (auto transplant), atau diambil dari manusia lain (alo-transpalant), maupun dari jenis mamalia lain (xenotransplant), untuk kemudian diperbanyak, dan disuntikan kembali ke tubuh penderita.

Secara garis besar, menurut sifat totipotensinya, stem cell dapat dikategorikan menjadi dua kategori besar, yaitu stem cell dewasa (adult stem cell) yang berasal dari sumsum tulang belakang atau sel darah tepi orang dewasa yang diambil melalui operasi dan stem cell embrionik (embryonic stem cell) yang berasal dari embrio (janin). stem cell dewasa memiliki keterbatasan diferensiasi dalam hal pembentukan tipe sel dibandingkan dengan stem cell embrionik. Kelompok stem cell dewasa dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu stem cell turunan dari sumsum tulang belakang (bone marrow-derived stem cell), stem cell spesifik di dalam organ, dan induced plupoten stem cell (iPSC) yang disebut juga sebagai stem cell pluipoten yang diinduksi (diprogram ulang sehingga bersifat seperti halnya stem cell embrionik).

Pada awal perkembangannya, karena ada pro dan kontra yang berkaitan dengan masalah etika/norma-norma kemanusiaan, tidak banyak peneliti menggunakan stem cell embrionik untuk pengobatan. Sebagian orang menganggap stem cell yang diambil embrio (janin) adalah merenggut hak hidup calon bayi tersebut. Beberapa pihak yang mendukung program tersebut mengajukan alasan penelitian itu digunakan demi kemajuan pengetahuan di bidang medis. Karena itulah, untuk terapi penyakit para ilmuwan berusaha menemukan sumber stem cell yang potensinya tidak kalah dibandingkan dengan stem cell embrionik, yakni Fetal stem cell.

Salah satu sumber stem cell yang saat ini mulai banyak disimpan adalah fetal stem cell darah tali pusat. Hingga saat ini, sudah lebih dari 70 penyakit yang dapat disembuhkan dengan transplantasi stem cell darah tali pusat. Ketujuh puluh penyakit tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu: kanker, kelainan darah, gangguan metabolisme bawaan (congenital metabolik disorder) dan imunitas tubuh rendah. Selain itu, transplantasi stem cell juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit autoimun seperti lupus.

Sejak Kapan Pemanfaatan Stem Cell ini dilakukan?
Terapi regeneratif menggunakan stem cell sumsum tulang pertama kali berhasil dilakukan pada tahun 1968 pada bayi berumur 18 bulan yang menderita severe combined immunodeficiency (SCID). Keberhasilan ini disusul 20 tahun kemudian dengan transplantasi stem cell darah tepi yang dilakukan di Heidelberg University Hospital di jerman tahun 1986 pada pasien penderita Burkitt's Lymphoma, serta transplantasi darah tali pusat tahun 1988 pada penderita fanconi anemia.
Sebelumnya, terapi stem cell dari darah tali pusat mulai ditemukan pada penelitian di dunia kedokteran yang dilakukan ilmuwan kanada, dimana sel induk dari tali pusat dapat dipakai si bayi dan keluarganya untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Darah di dalam ari-ari dan tali pusat mengandung berjuta-juta sel induk pembentuk darah yang sejenis dengan sel induk yang ditemukan di dalam sumsum tulang, yang telah dikenal dapat digunakan sebagai penyembuh penyakit khusus, seperti kanker darah. Pencangkokan darah tali pusat (umbilical cord blood) pertama kali stem cell dilakukan pada seorang anak penderita anemia fanconi di paris pada tahun 1988.

Bagaimana perkembangan terapi stem cell ini sekarang?
Perkembangan ilmu stem cell di Indonesia, baik penggunaannya dalam riset ataupun medis, telah memasuki tahap baru yang menjanjikan. Metode pengobatan stem cell yang sudah dikerjakan di Indonesia selama ini adalah transplantasi sumsum tulang untuk leukemia dan transplantasi stem cell jantung. Pusat stem cell yang sudah ada di Indonesia, adalah di RS Kanker Dharmais, dan RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta dan RS Dr. Kariadi, Semarang.


Sabtu, 19 Juli 2014

Mau sunat... Pakai Apa?

Sunat atau yang disebut juga circumsisi, adalah sebuah prosedur pembedahan yang ditujukan untuk mengangkat atau membuang kulit yang menutupi ujung penis, yang kita kenal dengan kulup.
Sunat dilakukan melihat 3 indikasi, diantaranya; indikasi agama, indikasi medis dan indikasi pencegahan. Indikasi agama dilakukan karena agama mewajibkan untuk dilakukannya sunat.
Indikasi medis, dilakukan jika terjadi phimosis (ujung kulit menutupi penis, yang kemudian menutup jalan urin), dimana kondisi mengakibatkan infeksi, nyeri karena susah buang air kecil yang kemudian harus dilakukan tindakan medis berupa sunat.
Selanjutnya adalah indikasi pencegahan, dimana kita ketahui, jika tidak disunat, dan jarang untuk dibersihkan kemungkinan untuk muncul spegma (kotoran penis yang dihasilkan oleh kelenjar sebasea) itu lebih besar, yang selanjutnya bisa mengakibatkan infeksi.

Kontra indikasi dilakukannya sunat jika pasien mengalami epispadia, hipospadia atau jika terjadi gangguan pembekuan darah seperti hemophilia.

Oleh sebab itu penting bagi kita mengetahui metode sunat yang selama ini ada, agar kita bisa memilih metode yang akan dilakukan dengan segala kelebihan dan kekurangannya, tentunya juga melihat faktor keamanan yang ada dalam setiap metode. Setidaknya ada beberapa metode sunat, diantaranya:

Metode Klasik dan Dorsumsisi  
Metode klasik sudah banyak ditinggalkan tetapi masih bisa kita temui didaerah pedalaman. Alat yang digunakan adalah sebilah bambu/pisau atau silet. Metode ini tidak dilakukan pembiusan baik lokal maupun umum, akan tetapi metode ini kemudian disempurnakan dengan metode dorsumsisi. Metode ini sudah menggunakan peralatan medis standar, sudah dilakukan pembiusan secara lokal dan merupakan khitan klasik yang masih banyak dipakai sampai saat ini. Umumnya bekas luka tidak dijahit.
Kelebihan pada metode ini adalah peralatan yang digunakan lebih murah dan sederhana, waktu cukup singkat, sudah banyak dikenal masyarakat, biaya relatif lebih murah dan bisa digunakan untuk bayi atau anak dibawah 3 tahun dimana pembuluh darahnya masih kecil.
Sedangkan kekurangan dari metode ini mengandung risiko terjadinya perdarahan danmau sunat... pakai apa? infeksi yang lebih besar, bila tidak dilakukan dengan benar dan steril. Metode ini juga mempunyai resiko terpotongan atau tersayatnya kepala/glan penis sangat tinggi, terutama jika sayatan dibawah klem koher, mukosa kadang lebih panjang sehingga membutuhkan pemotongan ulang, bisa terjadi nekrosis jika jepitan koher terlalu lama dan resiko perdarahan yang tinggi karena tidak dilakukan penjahitan.

Metode Sircumsisi Konvensional
Ini adalah metode yang paling banyak digunakan, cara ini merupakan penyempurnaan dari metode dorsumsisi dan merupakan metode standar yang yang digunakan oleh banyak tenaga dokter maupun paramedis. Alat yang digunakan semuanya sesuai dengan standar medis. Peralatan yang digunakan juga sudah sesuai standar medis saat ini, menggunakan pembiusan lokal dan dilakukan penjahitan dengan benang yang bisa menjadi daging.
Kelebihan metode ini yaitu mempunyai resiko infeksi yang kecil dan resiko perdarahan kecil. Metode ini cocok untuk semua kelompok umur, biayanya cukup terjangkau. Dan membutuhkan waktu sekitar 15-30 menit.

Metode Electrocautery
Metode ini sedang booming dan marak dimasyarakat dan lebih dikenal dengan sebutan "khitan laser". Sebenarnya alat ini bukan menggunakan metode laser melainkan menggunakan panas dari listrik, alatnya berbentuk seperti pistol dengan dua buah lempeng kawat yang diujungnya saling berhubungan. Jika dialiri listrik, ujung logam akan panas dan memerah. Elemen yang memerah tersebut digunakan untuk memotong kulup.
Kelebihan metode ini yaitu tindakan dilakukan dengan sangat singkat, mudah untuk menghentikan perdarahan, cocok digunakan pada anak dibawah usia 3 tahun dimana pembuluh darahnya masih kecil.
Kekurangan dari metode ini yaitu menimbulkan bau yang menyengat seperti "sate" serta dapat menyebabkan luka bakar. Metode ini membutuhkan energi listrik sebagai sumber daya dimana jika ada kebocoran (kerusakan) alat, beresiko terjadinya sengatan listrik.

Metode Lonceng
Pada metode ini tidak dilakukan pemotongan kulup. Ujung penis hanya diikat erat sehingga bentuknya mirip lonceng, akibatnya peredaran darahnya tersumbat yang mengakibatkan ujung kulit ini tidak mendapatkan suplai darah, lalu menjadi nekrotik, mati dan nantinya terlepas sendiri.
Metode ini memerlukan waktu yang cukup lama, sekitar dua minggu.

Metode Laser CO2
Metode ini menggunakan laser yang sebenarnya, laser yang digunakan adalah laser CO2 Sure touch dari sharplan. Dengan beberapa tahapan sebagai berikut; setelah pasien dilakukan bius lokal, kulup ditarik, dan dijepit dengan clamp. Laser CO2 digunakan untuk memotong kulit yang berlebih ini. Setelah clamp dilepas, kulit telah terpotong dan tersambung dengan baik, tanpa setetes darah yang keluar. Walaupun demikian kulit harus dijahit supaya penyembuhan lebih sempurna. Dalam waktu 10-15 menit, proses sunat dengan metode ini sudah selesai.
Kelebihannya; cara sirkumsisi ini cocok untuk bayi dan anak sebelum pubertas. operasi cepat, perdarahan tidak ada/sangat sedikit, penyembuhan cepat, rasa sakit minimal, aman dengan hasil secara estetika lebih baik. Kukurangannya yaitu biayanya yang cukup mahal.

Metode Clamp
Metode clamp memiliki banyak variasi alat dan nama walaupun prinsipnya sama, yakni dengan mencepit kulup dengan suatu alat (umunya sekali pakai) kemudian dipotong dengan pisau bedah tanpa harus dilakukan penjahitan.
Kelebihan alat ini yaitu mudah dan aman dalam penggunaan, tidak memerlukan penjahitan dan verban, tidak mengganggu aktivitas sehari-hari, perdarahan tidak ada, tidak sakit setalah khitan, dan tanpa perawatan setelah khitan. Kekurangannya biayanya cukup mahal.



Mengapa Manusia Bisa Bermimpi ?

mengapa kita bermimpi

Kalau mendengar kata mimpi, seringkali kita mengkaitkannya dengan sesuatu yang gaib atau tidak bisa dijelaskan dengan logika. Namun, ternyata ada juga lo, penjelasan tentang mengapa dan bagaimana manusia bisa bermimpi.
Sepertiga hidup manusia dihabiskan dengan tidur, dan ketika manusia tidur, pasti ada kalanya manusia bermimpi, walau kebanyakan mimpi kita tidak bisa kita ingat. Sebenarnya tidur dan bermimpi adalah hal alami yang penting bagi manusia. Dengan tidur, manusia dapat menyegarkan tubuh kembali. Dan dengan bermimpi kita dapat menghilangkan stres kita.


Semua mimpi yang manusia alami saat tidur, ada hubungannya dengan emosi-emosi, ketakutan-ketakutan, kerinduan-kerinduan, kebutuhan-kebutuhan dan kenangan-kenangan kita. Walau memang ada kalanya, kita juga tidak tahu dan tidak pernah mengalami hal yang terjadi dalam mimpi kita. Melalui mimpi, kita dapat merealisasikan sesuatu yang tidak mungkin terjadi dalam hidup kita. Sehingga dalam hal ini, mimpi dapat membantu manusia untuk mengurangi stres.


Lalu bagaimana proses manusia bermimpi ?

Ketika manusia tidur, gelombang otak tetap dihasilkan oleh 'lalu lintas elektro' yang melintas melalui neuron-neuron dalam otak. Gelombang otak tersebut dihasilkan berdasarkan keadaan seseorang, apakah orang tersebut terjaga, waspada, mengantuk atau tertidur lelap. Gelombang otak ini dapat diukur dengan alat bernama elektroensefalograf ( EEG ).

Ada beberapa tahapan dalam tidur manusia. Antara lain, tahap setengah sadar, tahap terlelap, tahap NREM ( nonrapid eye movement ) dan tahap REM ( rapid eye movement ). Yang dimaksud dengan REM adalah kondisi yang ditunjukkan manusia, yang menunjukkan mereka sedang bermimpi. Hal ini ditunjukkan dengan gerakan mata yang cepat dibawah kelopak mata. Kondisi ini terjadi sekitar 20 persen dari tidur malam orang dewasa, sedangkan pada bayi yang baru lahir menghabiskan lebih dari 80 persen total waktu tidurnya dengan REM. Tahapan tidur terus terjadi berulang hingga 5 kali dengan selang waktu 90 menit. Periode REM terakhir berlangsung hingga 50 menit.

Selain itu, ada beberapa faktor yang membuat mimpi setiap orang berbeda. Mulai dari kondisi fisik ( sehat atau sakit ), faktor biologis, faktor lingkungan dan mental manusia yang sedang bermimpi tersebut.

Rabu, 16 Juli 2014

Dasar-Dasar Transfusi Darah


Risiko Transfusi

Sebuah penelitian melaporkan bahwa reaksi transfusi yang tidak diharapkan ditemukan pada 6,6% resipien (penerima transfusi), dimana sebagian besar (55%) berupa demam. Gejala lain adalah menggigil tanpa demam sebanyak 14%, reaksi alergi (terutama urtikaria/biduran) 20%, hepatitis serum positif 6%, reaksi hemolitik 4%, dan overload sirkulasi 1%.
·         Demam. Peningkatan suhu dapat disebabkan oleh antibody leukosit, antibody trombosit, atau senyawa pirogen. Untuk menghindarinya dapat dilakukan uji cocok silang antara leukosit donor dengan serum resipien pada pasien yang akan mendapat transfuse leukosit.
·         Reaksi Alergi. Renjatan anafilaktik terjadi 1 pada 20.000 transfusi. Reaksi alergi ringan yang menyerupai urtikaria/biduran timbul pada 3% transfuse. Reaksi anafilaktik yang berat terjadi akibat interaksi antara IgA pada darah donor dengan Anti- IgA spesifik pada plasma resipien.
·         Reaksi Hemolitik/pecahnya komponen darah. Reaksi ini terjadi karena destruksi sel darah merah setelah transfusi akibat darah yang inkompatibel/berlawanan. Reaksi hemolitik jug adapt terjadi akibat transfuse eritrosit yang rusak akibat paparan dektrose 5%, injeksi air ke dalam sirkulasi, transfusi darah yang lisis, transfusi darah dengan pemanasan berlebihan, transfusi darah beku, transfusi dengan darah yang terinfeksi, transfusi darah dengan tekanan tinggi. Jika seseorang ditransfusi dengan darah atau janin memiliki struktur antigen eritrosit/sel darah merah  yang berbeda dengan donor atau ibunya, maka dapat terbentuk antibody pada tubuh resipien darah atau janin tersebut. Reaksi antara antigen eritrosit dan antibody plasma, baik yang spesifik maupun nonspesifik, menyebabkan antibody merusak eritrosit. Destruksi eritrosit yang cepat akan melepaskan hemoglobin bebas ke dalam plasma sehingga menyebabkan kerusakan ginjal, toksemia, dan kematian.

·         Penularan Penyakit. Selain masalah reaksi antigen-antibodi, maka transfusi yang aman juga harus memperhatikan kemungkinan penularan penyakit yang dapat menular melalui darah, seperti HIV, hepatitis B, hepatitis C, dan virus lainnya. Bakteri juga dapat mengkontaminasi eritrosit dan trombosit sehingga dapat menyebabkan infeksi dan terjadinya sepsis setelah transfusi. Penularan HIV melalui transfuse darah pertama kali dilaporkan pada tahun 1982. Kebijakan untuk menyaring orang dengan perilaku risiko tinggi HIV untuk tidak mendonorkan darahnya serta kemudian dilakukannya tes penyaring untuk semua sampel darah donor, diharapkan dapat menurunkan risiko terjadinya penularan HIV melalui transfuse darah.
·         Cedera Akut Paru. Risiko transfusi yang lain adalah cedera paru akut yang berhubungan dengan transfuse. Kondisi ini adalah suatu diagnosis klinik berupa manifestasi hipoksemia akut dan edema pulmoner bilateral yang terjadi dalam 6 jam setelah transfusi.

Indikasi Transfusi
Oleh karena transfusi mempunyai risiko yang cukup besar, maka pertimbangan risiko dan manfaat benar-benar harus dilakukan dengan cermat sebelum memutuskan pemberian transfusi. Boleh melakukan transfusi apabila kadar hemoglobin di bawah 7,0 atau 8,0 g/dl, kecuali untuk pasien dengan penyakit kritis.  Kadar hemoglobin 8,0 g/dl adalah ambang batas transfusi untuk pasien yang dioperasi yang tidak memiliki factor risiko iskemia, sementara untuk pasien dengan risiko iskemia, ambang batasnya dapat dinaikkan sampai 10 g/dl.

DONASI DARAH
Seleksi Donor Darah
Donor darah harus memenuhi beberapa criteria untuk dapat mendonorkan darahnya, yaitu keadaan umum baik, usia 17-65 tahun, berat badan minimal 50 kg, tidak demam, frekuensi dan irama denyut nadi normal, tekanan darah 100-130/70-90 mmhg, dan tidak ada lesi di kulit yang berat.
Persyaratan lain adalah menjadi donor terakhir minimal 8 minggu yang lalu, tidak hamil, tidak menderita TBC aktif, tidak menderita asma bronchial, 6 bulan setelah operasi besar, luka operasi telah sembuh pada operasi kecil, minimal 1 minggu setelah cabut gigi atau pembedahan mulut, tidak ada riwayat kejang, tidak ada riwayat perdarahan abnormal, tidak menderita penyakit infeksi yang menular melalui darah. (Demi rasa kemanusiaan diharapkan pendonor jujur dengan riwayat penyakitnya).

Imunisasi dan Vaksinasi
Calon donor yang baru saja mendapat imunisasi atau vaksinasi dapat diterima sebagai donor jika tidak ada gejala setelah tindakan tersebut. Jika yang didapat vaksin dengan vaksin virus hidup yang dilemahkan, maka calon donor yang tidak menunjukkan gejala apaun dapat diterima dengan batasan waktu sebagai berikut: 1). Cacar air: dua minggu setelah timbul reaksi imun atau setelah bekas suntikan hilang. 2).  Campak, gondong, demam kuning, Polio: dua minggu setelah imunisasi terakhir. 3). Campak jerman: dua bulan setelah imunisasi terakhir

Malaria
Calon donor  yang baru bepergian ke daerah endemis dapat diterima menjadi donor 6 bulan setelah kembali dan terbukti tidak pernah menderita malaria dapat diterima setelah 3 tahun penyakitnya asimptomatik atau obat dihentikan.

Pengambilan dan Pengumpulan Darah
Informasi untuk Donor. Semua calon donor harus mendapat informed consent beserta penjelasan mengenai risiko transfusi. Donor harus dijelaskan bahwa darah akan diuji terhadap penyakit infeksi seperti  hepatitis, sifilis, dan HIV.

Reaksi selama dan sesudah donasi. Reaksi pada donor jarang terjadi. Reaksi yang dapat terjadi adalah sinkop (pusing memutar seperti mau pingsan), rasa lemas, frekuensi nafas meningkat, pusing, pucat, dan mual.  Reaksi yang jarang terjadi adalah kejang, hilang kesadaran. Masalah pada jantung seperti serangan jantung dapat terjadi, meskipun sangat jarang (1 dari 10 juta pendonor).

Uji Terhadap Darah Donor. Pengujian yang dilakukan pada darah donor meliputi: a). penetapan golongan darah berdasarkan ABO, b). penetapan golongan darah berdasarkan Rhesus, c). Uji terhadap antibody yang tidak diharapkan dan d). uji terhadap penyakit infeksi

Mengapa Manusia Bisa Bermimpi ?

Kalau mendengar kata mimpi, seringkali kita mengkaitkannya dengan sesuatu yang gaib atau tidak bisa dijelaskan dengan logika. Namun, ternyata ada juga lo, penjelasan tentang mengapa dan bagaimana manusia bisa bermimpi.
Sepertiga hidup manusia dihabiskan dengan tidur, dan ketika manusia tidur, pasti ada kalanya manusia bermimpi, walau kebanyakan mimpi kita tidak bisa kita ingat. Sebenarnya tidur dan bermimpi adalah hal alami yang penting bagi manusia. Dengan tidur, manusia dapat menyegarkan tubuh kembali. Dan dengan bermimpi kita dapat menghilangkan stres kita.


Semua mimpi yang manusia alami saat tidur, ada hubungannya dengan emosi-emosi, ketakutan-ketakutan, kerinduan-kerinduan, kebutuhan-kebutuhan dan kenangan-kenangan kita. Walau memang ada kalanya, kita juga tidak tahu dan tidak pernah mengalami hal yang terjadi dalam mimpi kita. Melalui mimpi, kita dapat merealisasikan sesuatu yang tidak mungkin terjadi dalam hidup kita. Sehingga dalam hal ini, mimpi dapat membantu manusia untuk mengurangi stres.


Lalu bagaimana proses manusia bermimpi ?

Ketika manusia tidur, gelombang otak tetap dihasilkan oleh 'lalu lintas elektro' yang melintas melalui neuron-neuron dalam otak. Gelombang otak tersebut dihasilkan berdasarkan keadaan seseorang, apakah
orang tersebut terjaga, waspada, mengantuk atau tertidur lelap. Gelombang otak ini dapat diukur dengan alat bernama elektroensefalograf ( EEG ).

Ada beberapa tahapan dalam tidur manusia. Antara lain, tahap setengah sadar, tahap terlelap, tahap NREM ( nonrapid eye movement ) dan tahap REM ( rapid eye movement ). Yang dimaksud dengan REM adalah kondisi yang ditunjukkan manusia, yang menunjukkan mereka sedang bermimpi. Hal ini ditunjukkan dengan gerakan mata yang cepat dibawah kelopak mata. Kondisi ini terjadi sekitar 20 persen dari tidur malam orang dewasa, sedangkan pada bayi yang baru lahir menghabiskan lebih dari 80 persen total waktu tidurnya dengan REM. Tahapan tidur terus terjadi berulang hingga 5 kali dengan selang waktu 90 menit. Periode REM terakhir berlangsung hingga 50 menit.

Selain itu, ada beberapa faktor yang membuat mimpi setiap orang berbeda. Mulai dari kondisi fisik ( sehat atau sakit ), faktor biologis, faktor lingkungan dan mental manusia yang sedang bermimpi tersebut.

Selasa, 15 Juli 2014

Parameter Hasil Laboratorium


Jika Anda belum sempat pergi ke dokter setelah Anda memperoleh hasil pemeriksaan laboratorium
parameter ini dapat gunakan untuk mengetahui status kesehatan Anda, selanjutnya Anda
tetap harus berkonsultasi dengan dokter   
Nilai Normal Gula Darah Nilai Normal Hemoglobin (Nilai Normal Hb)
Pria: Pria: Haemoglobin (Hb) : 13.5 – 17.5 (13 – 16) (g/dl)
Glukosa Puasa : 80 – 100 (mg/dl) Wanita: Haemoglobin (Hb) : 12 – 15 (g/dl)
Glukosa Post prandial  : 100 - 120 (mg/dl)  
Glukosa Sewaktu : < 150 (mg/dl)  Nilai Normal eritrosit
Wanita:  
Glukosa Puasa : 80 – 100 (mg/dl) Pria: Eritrosit : 4.5 – 5.9 (4.5 – 5.5) (juta/ul)
Glukosa Post prandial : 100 - 120 (mg/dl) Wanita: Eritrosit : 4 – 5 (juta/ul)
Glukosa Sewaktu : < 150 (mg/dl)  
  Nilai Normal Hematokrit
Nilai Normal Asam Urat Pria: Hematokrit (Ht) : 41.0 – 53.0 (40 – 54) (%)
Pria: Asam urat : 3.4 – 7.0 (mg/dl) Wanita :  Hematokrit (Ht) : 36 – 47 (%)
 Wanita: Asam urat : 2.4 – 5.7 (mg/dl)  
  Nilai Normal SGOT SGPT
 Nilai Normal Kolesterol Pria:
Pria: SGOT : 5 – 40 (u/l)
Kolesterol total : < 200 (mg/dl) SGPT : 5 – 41 (u/l)
Trigliserida : < 150 (mg/dl) Wanita:
HDL – Kolesterol : > 55 (mg/dl) SGOT : 5 – 40 (u/l)
LDL – kolesterol : < 150 (mg/dl) SGPT : 5 – 41 (u/l)
Wanita:  
Kolesterol total : < 200 (mg/dl) Nilai Normal Albumin
Trigliserida : < 150 (mg/dl) Pria: Albumin : 3.8 – 5.0 (gr %)
HDL – Kolesterol : > 65 (mg/dl) Wanita: Albumin : 3.8 – 5.0 (gr %)
LDL – kolesterol : < 150 (mg/dl)  
  Nilai Normal Bilirubin
Nilai Normal Leukosit Pria:
Pria: Leukosit : 4.000 – 11.000 (5.000 – 10.000) (/ul) Bilirubin total : 0.2 – 1 (mg %)
 Wanita: Leukosit : 5.000 – 10.000(/ul) Bilirubin direk : 0 – 0.2 (mg %)
  Bilirubin indirek : 0.2 – 0.8 (mg %)
Nilai Normal Trombosit Wanita:
Pria: Trombosit : 150.000 – 440.000 /ul) Bilirubin total : 0.2 – 1 (mg %)
Wanita: Trombosit : 150.000 – 400.000(/ul) Bilirubin direk : 0 – 0.2 (mg %)
  Bilirubin indirek : 0.2 – 0.8 (mg %)
Nilai Normal Kreatinin  
Pria : Kreatinin : 0.5 – 1.5 (mg/dl) Nilai Normal HbA1C
Wanita : Kreatinin : 0.5 – 1.5 (mg/dl) Orang normal : 4,0 – 6,0 %
  DM terkontrol baik : kurang dari 7%
Nilai Normal Ureum  DM terkontrol lumayan : 7,0 – 8,0 %
Pria : Ureum : 15 – 40 (mg/dl) DM tidak terkontrol : > 8,0 %
Wanita : Ureum : 15 – 40 (mg/dl)  
  Nilai Normal CD4
Nilai Normal LED Pria / Wanita: 800 - 1050 (sel/mm3)
Pria : Laju Endap Darah (LED) : 0 – 10 (mm/jam)  
Wanita : Laju Endap Darah (LED) : < 15 (mm/jam) Nilai Normal GFR 
  Pria: 120 ± 25 ml/mnt 
  Wanita : 95 ± 20 ml/mnt 

Jumat, 11 Juli 2014

Waspadai Reaksi Alergi Obat

Waspadai Reaksi Alergi Obat

Dewasa ini, dengan semakin berkembangnya penelitian tentang obat-obatan, jenis obat jadi makin beraneka ragam. Ketersediaan obat makin melimpah dan untuk mendapatkannya juga makin mudah, karena jumlah apotek makin banyak. Hampir di setiap jalan raya, setidaknya ada 2 - 3 apotek. Bahkan semakin mendekati fasilitas kesehatan, misalnya klinik, rumah sakit, dan tempat praktik dokter, makin padat pula jumlah apotek di wilayah tersebut. Terlebih tidak selalu harus membawa resep untuk membeli obat. Hanya obat- obat tertentu yang mengharuskan menggunakan resep misalnya obat-obatan yang tergolong psikotropika (misalnya, obat penenang dan obat tidur).
Namun, seiring dengan mudahnya memperoleh obat, semakin sering ditemui kasus- kasus alergi akibat reaksi simpang obat.
Alergi didefinisikan sebagai reaksi berlebih sistem pertahanan alami tubuh (sistem imun). Sistem imun secara normal berfungsi melindungi tubuh dari serangan virus dan bakteri dengan memproduksi antibodi untuk melawan mereka. Dalam alergi, sistem imun juga melawan zat yang biasanya tidak berbahaya seperti kutu, debu, serbuk bunga atau obat dan menganggap zat-zat tersebut sedang berupaya menyerang tubuh. Reaksi alergi ini beragam dari sekedar gatal-gatal,biduran/urticaria, sesak sampai yang berat mengancam nyawa, misalnya Anaphylactic Shock , Steven Johnson Syndrome dan Toxic Epidermal Necrolytic (TEN).

·         Urticaria
Orang awam menyebutnya biduran. Gejala klinisnya ialah terjadi pembengkakan setempat, berwarna pucat kemerahan, meninggi dibandingkan dengan kulit sekelilingnya. Keluhan dari penderita adalah rasa gatal, tersengat, atau tertusuk.




·         Anaphylactic Shock
Adalah manifestasi alergi yang berat dan mengancam nyawa akibat pembengkakan pada kulit (angioedema) yang hebat. Kejadiannya dalam hitungan menit sampai dengan jam. Pada saluran napas, gejala klinisnya adalah batuk, suara serak, timbul suara napas mengi (wheezing), dan sesak yang berat. Pada saluran cerna, gejala yang dialami penderita adalah nyeri perut, diare, dan muntah. Pada sistem kardiovaskular bisa terjadi serangan jantung, gangguan irama jantung dan henti jantung. Penderita bisa syok dan hilang kesadaran.

·         Steven Johnson Syndrome (SJS)
Sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir pada lubang alami tubuh dan mata dengan keadaan umum penderita yang ringan sampai berat. Penyebab lebih dari 50% kasus SJS adalah karena alergi obat. Gejala penyakitnya berupa demam tinggi, lemas, nyeri kepala,
batuk, pilek, nyeri tenggorok. Setelah itu timbul erupsi kulit berupa kemerahan dan gelembung berisi cairan berbagai macam ukuran yang meluas ke seluruh tubuh. 
Gelembung tersebut cepat pecah sehingga terjadi erosi yang luas di kulit. Pada mukosa mulut dan alat genital juga terjadi hal yang sama seperti pada kulit. Kelainan pada mukosa mulut dapat meluas ke saluran makanan dan saluran napas, akibatnya penderita mengeluh sesak dan sukar menelan. Pada mata, kelainan yang timbul adalah radang selaput konjunctiva mata yang bila terjadi infeksi sekunder, bisa menimbulkan kerusakan mata.

·         Toxic Epidermal Necrolytic (TEN)
TEN adalah kasus allergi obat yang lebih berat daripada SJS. Sekitar 80-95% kasus disebabkan karena allergi obat. Gejalanya mirip dengan SJS namun pada TEN diikuti dengan lepasnya lapisan epidermis kulit yang menyeluruh sehingga mirip dengan penderita luka bakar yang luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gagal sirkulasi, infeksi yang berat, perdarahan saluran cerna, dan gangguan sirkulasi paru.
Ada beberapa kiat untuk meminimalkan risiko berulangnya reaksi alergi terhadap obat:
  • Bila kita pernah mengalami reaksi alergi terhadap obat, catat kandungan obat tersebut dan simpan dalam dompet/ tas yang Anda bawa. Tujuannya bila dalam keadaan darurat dan Anda lupa nama kandungan obat tersebut, Anda bisa membuka catatan dan memberitahukan pada paramedis yang bertugas.
  • Jika Anda akan mendapat terapi antibiotic injeksi sebaiknya tanyakan dulu ke dokter perlunya test alergi. (biasanya akan dilakukan skin test dengan cara menyuntikkan sedikit obat ke dalam kulit dibagian lengan).
  • Bila Anda berobat ke dokter yang belum mengetahui riwayat alergi Anda sebelumnya, sebaiknya segera beritahukan pada dokter tersebut, supaya catatan riwayat alergi Anda tersimpan dalam rekam medis sehingga dalam tiap peresepan obat, obat tersebut bisa dihindari.
  • Bila Anda mengalami suatu gejala reaksi alergi obat, segera berobat ke dokter atau sarana kesehatan lainnya, dan jangan lupa untuk membawa semua obat yang sebelumnya Anda konsumsi. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi kemungkinan obat penyebab reaksi alergi dan untuk menjadi catatan Anda di kemudian harinya tentang riwayat alergi obat yang pernah Anda alami.
  • Hindari pemakaian antibiotik secara bebas, jika Anda ingin membeli antibiotik sebaiknya konsultasikan dahulu ke dokter Anda.
“SEMOGA BERMANFAAT”